Selamat datang di blog BEM FAKULTAS HUKUM UPN "VETERAN" JAWA TIMUR

Recent Posts

Saturday, August 17, 2019

Posted by BEM Fakultas Hukum UPN "Veteran" JATIM On August 17, 2019 0 comments

Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia Ke-74 Sdm Unggul Indonesia Maju




Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia Ke-74 Sdm Unggul Indonesia  Maju.

Sejarah dimulai dimana pada awalnya Belanda lah yang menguasai Indonesia, selama masa itu para pejuang kita mati-matian berjuang untuk merebut kemerdekaan. Kemudian dari pecahnya “Perang Asia Timur Raya“, Amerika Serikat menyatakan perang kepada Jepang karena serbuan tentara Jepang ke pusat pertahanan Amerika Serikat yang dikenal dengan “Pearl Harbour” pada tgl 8 Desember 1941. Kemudian tentara Jepang dengan angkatan laut dan angkatan udaranya semakin agresif beraksi mendarat di wilayah Indocina, Filipina, Malaya dan Indonesia. Jepang mendarat ke Indonesia dengan tujuan melumpuhkan pasukan Belanda. Mereka kemudian dengan cepat menguasai banyak wilayah di Indonesia yang membuat Belanda semakin terdesak dan akhirnya Pemerintah Hindia Belanda menyatakan menyerah kepada Jepang pada tahun 1942. 



Latar belakang kemerdekaan Indonesia diawali dengan menyerahnya Jepang kepada sekutu yang terdiri dari Amerika Serikat, Britania Raya, Uni Soviet, dan Tiongkok karena pada tanggal 6 Agustus 1945 Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima. Kemudian tiga hari kemudian tanggal 9 Agustus 1945 bom atom kedua dijatuhkan di Nagasaki, dua pusat kota pemerintahan Jepang itu menjadi hancur rata dengan tanah. Akhirnya Jepang menyerah secara resmi tanpa syarat kepada sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Penyerahan kalah itu dilakukan di kapal Missouri pada tanggal 2 September 1945 oleh Kaisar Hirohito dari pihak Jepang dan Jendral Douglas Mc Arthur dari pihak sekutu. Setelah melewati berbagai rintangan, akhirnya Soekarno dengan didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta berhasil memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Perayaan Kemerdekaan Republik Indonesia memiliki tema dan logo yang berbeda setiap tahun. Bima Surya Pamila selaku Desainer Terpilih Logo HUT ke-74 RI menyebut logo kali ini dibuatnya dengan semangat persatuan. Logo Hari Ulang Tahun (HUT) ke-74 Kemerdekaan Republik Indonesia bukan merupakan logo biasa, sebab logo tersebut memiliki makna filosofis tersendiri.Logo HUT ke-74 di tahun 2019 ini berwarna merah putih dengan angka 74 yang digabung menjadi satu.Seperti diketahui, tema dan logo ini mengalami revisi dari sebelumnya tema 'Menuju Indonesia Unggul' menjadi 'SDM Unggul Indonesia Maju'. Perubahan tersebut tertuang dalam surat No. B-779/M.Sesneg/SET/TU.00.04/07/2019, tentang Penyampaian Tema dan Logo Peringatan Hari Kemerdekaan Tahun 2019 yang ditandatangani pada 23 Juli 2019. Tema HUT ke-74 Republik Indonesia tahun ini, terinspirasi dari visi pemerintahan Presiden Joko Widodo periode 2019-2024, yang akan berfokus pada pembangunan sumber daya manusia (SDM). Dari angka 7 ke angka 4 juga membentuk garis petir melambangkan gerak, kerja, energi yang menginspirasi dari atas ke bawah.
Selain itu ia menyebut bahwa makna merah pada logo kali ini juga disebutnya lebih dimatangkan.

“Melambangkan kedewasaan dan kebijaksanaan,” ungkapnya.
Sedangkan warna putih menurutnya mengacu kepada warna yang ada dalam bendera. Selain itu putih juga memiliki nilai filosofis tersendiri.
“Putih melambangkan keikhlasan dalam bekerja,”


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Sunday, August 4, 2019

Posted by BEM Fakultas Hukum UPN "Veteran" JATIM On August 04, 2019 0 comments

Sejarah Hari Dharma Wanita Nasional (HDWN)






berawal pada 05 Agustus 1974 saat organisasi para istri Pegawai Republik Indonesia pada masa Pemerintahan Orde Baru itu dibentuk dengan nama Dharma Wanita. Organisasi ini didirikan oleh Ketua Dewan Pembina KORPRI saat itu, Amir Machmud, atas prakarsa Ibu Tien Soeharto sebagai Ibu Negara. Pada waktu itu Dharma Wanita beranggotakan para istri Pegawai Negeri Sipil, anggota ABRI yang dikaryakan, dan pegawai BUMN.
Pada Era Reformasi, tahun 1998, organisasi wanita ini melakukan perubahan mendasar. Tidak ada lagi muatan politik dari pemerintah, Dharma Wanita menjadi organisasi sosial kemasyarakatan yang netral dari politik, independen, dan demokratis.
Nama Dharma Wanita kemudian berubah menjadi Dharma Wanita Persatuan. Penambahan kata ‘Persatuan’ disesuaikan dengan nama Kabinet Persatuan Nasional, di bawah kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid. Perubahan organisasiini tidak terbatas pada penambahan kata ‘Persatuan’ namun juga berubah menjadi organisasi yang mandiri dan demokratis.
Pada Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Dharma Wanita yang diselenggarakan pada 06-07 Desember 1999, seluruh rancangan Anggaran Dasar disahkan dan menetapkan Ketua Umum Dharma Wanita Persatuan terpilih, Ny. Dr. Nila F Moeloek. Pokok-pokok perubahan organisasi Dharma Wanita yang ditetapkan pada Munaslub, antara lain :
1.     Nama organisasi berubah menjadi Dharma Wanita Persatuan.
2.     Istilah Istri Pegawai Republik Indonesia diganti menjadi Istri Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia.
3.     Penegasan sebagai organisasi sosial  kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial budaya.
4.     Penegasan sebagai organisasi nonpolitik.
5.     Penerapan demokrasi dalam organisasi (ketua umum dan ketua pada unsur pelaksana dipilih secara demokrasi).Sebagai salah satu organisasi masyarakat (ormas) perempuan terbesar di Indonesia, sudah selayaknya DWP memiliki standing position dan mengambil peran strategis dalam  konstalasi pembangunan nasional. Sebagaimana ormas lainnya, DWP memiliki peluang untuk berkiprah  lebih luas dengan mengoptimalkan  peran sertanya sebagaimana  yang dijamin oleh Undang-Undang Republik  Indonesia  Nomor  17  Tahun  2013  tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Dharma Wanita, Dharma Wanita Persatuan adalah organisasi kemasyarakatan yang menghimpun dan membina istri Pegawai Negeri Sipil RI dengan kegiatan yang bergerak dalam bidang pendidikan, ekonomi dan sosial budaya serta tidak terkait dengan kekuatan politik manapun, tetapi hak berpolitik anggota tetap dihormati. Secara garis besar, tujuan organisasi Dharma Wanita adalah mewujudkan kesejahteraan anggota dan keluarganya melalui peningkatan kualitas sumber daya anggota untuk mendukung tercapainya tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Kegiatan yang dilaksanakan Dharma wanita persatuan diarahkan untuk: (a) Mengutamakan kegiatan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dari pengurus dan anggota;  (b) Memilih kegiatan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, kesempatan organisasi; (c) Dalam melaksanakan kegiatan mendahulukan yang penting sesuai dengan skala prioritas; (d) Mengutamakan kualitas penanganannya daripada kualitas yang ditangani, serta diupayakan secara tuntas; (e) Menjaga citra yang baik sebagai istri pendamping aparat pemerintah di tengah masyarakat yang dinamis. 

Sedangkan fungsinya adalah sebagai wadah untuk melakukan pembinaan, perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok organisasi. Di samping tugas dan fungsi pokok yang ada di dalam kelompok organisasi dharma wanita persatuan, organisasi tersebut juga memiliki tujuan yaitu mewujudkan kesejahteraan anggota dan keluarganya melalui peningkatan kualitas sumber daya anggota guna mendukung tercapainya tujuan nasional. Wewenang pengurus organisasi Dharma Wanita adalah (1) Menetapkan kebijaksanaan teknis organisasi berdasarkan hasil musyawarah nasional, anggaran dasar, anggaran rumah tangga dan juga kebijaksanaan organisasi satu tingkat diatasnya; (2) Mengesahkan organisasi, pengurus dan atau ketua satu tingkat dibawahnya; (3) Melaksanakan pembinaan organisasi pada unsur pelaksana di lingkunganya; (4) Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan dan kebijaksanaan yang dilakukan oleh unsur pelaksana di lingkungannya; (5) Melaksanakan program dan kegiatan yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang terjadi dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada organisasi satu tingkat di atasnya.
Peran perempuan di sebuah organisasi binaan seperti Dharma Wanita seharusnya  dapat dijadikan sebagai tindakan yang dapat  memberdayakan  perempuan secara maksimal dalam bidang pendidikan, ekonomi dan sosial, budaya.
Sebagaimana dikatakan Soekarno, “Dan kamu, wanita Indonesia, achirnja nasibmu adalah di tangan kamu sendiri. Saja memberi peringatan kepada kaum laki-laki untuk memberi keyakinan kepada mereka tentang hargamu dalam perdjoeangan, tetapi kamu sendiri harus mendjadi sadar, kamu sendiri harus terdjun mutlak dalam perdjoeangan”.  


Sumber : 









بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Tuesday, July 30, 2019

Posted by BEM Fakultas Hukum UPN "Veteran" JATIM On July 30, 2019 0 comments

Pengaruh Kesenjangan Sosial Ekonomi Terhadap Tingkat Kriminalitas


Hasil gambar untuk kriminalitas
Kesenjangan sosial adalah suatu bentuk ketidaksamarataan atau ketidakseimbangnya sosial yang terjadi di masyarakat. Ketidaksamarataan tersebut dapat berbentuk akses memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Kesenjangan sosial jika dihubungkan dengan ekonomi akan membentuk pengertian bahwa kesenjangan atau ketidakseimbangan tersebut terjadi pada segi ekonomi. Secara konkret pengertian kesenjangan sosial dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana orang miskin tidak memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan tidak berkuasa seperti orang yang kaya. Abad Badruzaman  (2009), menyatakan kesenjangan sosial adalah suatu ketidakseimbangan sosial yang ada di masyarakat sehingga menjadikan suatu perbedaan yang sangat mencolok atau dapat juga diartikan suatu keadaan dimana orang kaya mempunyai kedudukan lebih tinggi dan lebih berkuasa daripada orang miskin. Muladi dan Barda Nawawi Arief (1998), menyatakan kriminalitas adalah tindak kejahatan yang dilakukan baik oleh wanita ataupun pria dengan tingkat pendidikan yang berbeda yang merugikan orang lain secara sadar maupun tidak. Kriminalitas bukanlah warisan atau bawaan sejak lahir.

Maraknya tindakan krimal yang terjadi akhir akhir ini terutama tindakan kriminal pencurian, penjambretan, pembegalan, dan penipuan adalah sebagian besar disebabkan oleh faktor ekonomi. Tingginya tingkat pengangguran menyebabkan pendapatan suatu daerah rendah dan tidak merata, hal tersebutlah yang mendasari sebagaian besar tindakan kriminal terjadi. Dalam berita detik.com yang ditulis Rosmha, kejadian kriminal yang di landasi oleh permasalahan ekonomi terjadi di kabupaten Bogor, Seorang wartawan dibunuh dan mobilnya di curi. Dalam wawancara dengan 20Detik, Nurhadi (pelaku) mengatakan motif ekonomi sebagai dorongan utama melakukan pembunuhan. Nurhadi menginginkan mobil korban untuk membayar hutang (Rosmha, 2019). Ketimpangan ekonomi antara masyarakat atas dengan masyarakat bawah membuat suatu sentimen sehingga terjadi pikiran instan dalam memenuhi kebutahannya dengan cara melakukan tindak kriminal.
Untuk menurunkan angka kriminalitas pada suatu wilayah atau negara maka yang harus diperbaiki terlebih dahulu adalah ekonominya. Sebagian besar tindakan criminal yang dilakukan masyarakat berlandaskan faktor ekonomi, sebagian dari pelaku kriminalitas melakukan kejahatan karena untuk membiayai kehidupan. Dengan alasan untuk bertahan hidup, menjadikan sebagian besar pelaku kriminal melakukan perbuatannya.
Indikator yang biasa digunakan untuk mengukur kejahatan adalah angka jumlah kejahatan (crime total), angka kejahatan per-seratus ribu penduduk (crimerate), dan selang waktu terjadinya suatu tindak kejahatan (crime clock). Meski demikian perlu kehatian-hatian dalam memaknai angka kejahatan secara umum karena merupakan aritmetika sederhana yang menggabung semua jenis kejahatan dalam perhitungan tanpa mempertimbangkan tingkat keseriusannya. Data yang dilansir Mabes Polri tahun 2017 memperlihatkan     jumlah kejadian kejahatan (crime total) pada tahun 2015 sebanyak 352.936 kasus, meningkat menjadi sebanyak 357.197 kasus pada tahun 2016 dan menurun pada tahun 2017 menjadi 336.652 kasus. Sejalan dengan crime total, jumlah orang yang terkena tindak kejahatan (crime rate) per-seratus ribu penduduk juga mengalami penurunan pada tahun 2017 diperkirakan sebanyak 129 orang. Angka ini menurun dari 140 orang pada tahun 2015 dan 2016. Crime rate merupakan angka yang dapat menunjukkan tingkat kerawanan suatu kejahatan pada suatu kota tertentu dalam waktu tertentu.

Untuk melihat tingkat ketimpangan ekonomi, maka data yang digunakan adalah rasio gini. Rasio Gini atau koefisien adalah alat mengukur derajat ketidakmerataan distribusi penduduk. Badan Pusat Statistik merilis data pada bulan September 2017 tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,391, sedangkan Gini Ratio September 2016 sebesar 0,394. Artinya dari September 2016 ke September 2017 mengalami penurunan sebesar 0,003 poin.

Dengan membandingkan data tingkat kriminalitas dan data kesenjangan ekonomi, menunjukkan pengaruh variable kesenjangan ekonomi terhadap kriminalitas. Dari tingkat kriminalitas ditahun 2017 yang menurun ,berbanding lurus tingkat ketimpangan ekonomi juga menurun. Artinya dari data tersebut menunjukkan bahwa variable tingkat ketimpangan ekonomi sangat berpengaruh terhadap tingkat kriminalitas. Daerah tertentu yang mengalami pertumbuhan ekonomi lebih tinggi daripada daerah lain akan menghadapi beban yang terus meningkat karena banyak penduduk dari daerah lain terus berpindah ke daerah tersebut. Kondisi ini terjadi karena adanya tarikan peluang kesempatan kerja yang lebih banyak di daerah perkotaan tersebut. Daerah perkotaan secara terus menerus mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi karena sumberdaya yang potensial terus berpindah ke daerah maju sebagai pusat pertumbuhan dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Kondisi ini selanjutnya menyebabkan daerah pusat pertumbuhan mengalami akumulasi pertumbuhan yang lebih tinggi karena didukung oleh sumber daya potensial yang telah berpindah tersebut. Ketimpangan pembangunan antar wilayah ini membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat pada wilayah yang bersangkutan. Biasanya implikasi ini ditimbulkan adalah dalam bentuk kecemburuan dan ketidakpuasan masyarakat yang dapat pula berlanjut dengan implikasi politik dan ketentraman masyarakat. Oleh Karena itu, aspek ketimpangan pembangunan  ekonomi antar wilayah ini harus ditanggulangi melalui formulasi kebijakan pembangunan perekonoian wilayah yang dilakukan oleh pemerintah. Semakin besarnya angka ketimpangan pembangunan antar daerah dapat menimbulkan kecemburuan masyarakat antar daerah sehingga memicu masyarakat untuk melakukan tindakan kriminalitas.



بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Tuesday, May 28, 2019

Posted by BEM Fakultas Hukum UPN "Veteran" JATIM On May 28, 2019 0 comments

21 TAHUN REFORMASI: PEMBANGUNAN MASA DEPAN INDONESIA BELUM SELESAI 

Krisis finansial yang terjadi sejak tahun 1997 menyebabkan Ekonomi Indonesia melemah, bahkan mengalami keterpurukan. Dampak dari krisis tersebut tidak hanya dirasakan dalam bidang ekonomi saja, bidang-bidang kehidupan lainpun telah terdampak dari krisis yang terjadi pada dekade tersebut. Gerakan Reformasi kemudian lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda tersebut. Tuntutan utama para demonstrasi adalah perbaikan dalam bidang ekonomi dan reformasi secara total unsur penyelenggara negara. Krisis politik, ekonomi, hukum dan krisis sosial merupakan faktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan gelombang besar gerakan reformasi yang dinilai tidak bisa ditawar-tawar lagi. Karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan reformasi ini. Meskipun dalam gerakan tersebut menuntut perbaikan dalam bidang ekonomi, namun yang luput dari pandangan adalah proses pembangunan bangsa. Pembangunan Bangsa menjadi wacana nasional pemerintah orde baru yang dikenal dengan program "Repelita" (Rencana Pembangunan Lima Tahun). Meskipun Presiden Soeharto secara legowo menerima gerakan reformasi dan turun dari jabatannya sebagai Presiden, namun hanya dengan syarat proses pembangunan harus tetap berjalan. Dengan demikian, artinya pemerintah orde baru telah merancang konsep masa depan untuk program pembangunan bangsa. Ada beberapa hal menarik yang harus dilihat dari proses pembangunan bangsa zaman orde baru dengan sekarang, yaitu logika pembangunan. logika pembangunan era orde baru dengan sekarang adalah sama, yaitu sama-sama menggunakan pendekatan The stages of economic growth ala W.W. Rostow. Dalam teori tersebut, Rostow menjelaskan bahwa pembangunan atau modernisasi merupakan proses bertahap, dimana masyarakat akan berkembang dari masyarakat tradisional dan berakhir pada tahap masyarakat dengan konsumsi tinggi. Pembangunan ekonomi atau transformasi suatu masyarakat tradisional menuju masyarakat modern merupakan suatu proses yang multidimensional. Dimana perubahan ini bukan hanya bertumpu pada perubahan ekonomi dari agraris ke industri saja, melainkan pula perubahan pada bidang sosial, budaya, politik, ekonomi, bahkan agama. ada beberapa hal yang harus di evaluasi dari proses pembangunan tersebut. proses pembangunan tidak hanya di prioritaskan pada pembangunan infrastruktur yang terlihat secara fisik semata, akan tetapi pembangunan jiwa dan mental masyarakat untuk menuju tahap akhir dari teori Rostow harus juga di imbangi. Hal tersebut di perlukan guna memberikan kesadaran secara psikologis kepada masyarakat untuk menghadapi kemajuan zaman. Tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih buta terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat ini. Selain itu, proses pembangunan ini harus juga merata dan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, agar supaya tidak terjadi disintegrasi. Meskipun sudah diterapkan sistem desentralisasi, akan tetapi hal tersebut perlu dikaji kembali oleh pemerintah pusat, sebab sumber daya, tingkatan ekonomi dan pendapatan masing-masing daerah itu berbeba-beda. Hal tersebut diperlukan agar masyarakat tidak kaget ataupun terkejut dengan berbagai tantangan yang akan di hadapi. Perlu di sadari bersama, bahwa Indonesia pada hari ini tengah berada pada percaturan politik Internasional yang mendorong hasilnya kepada mekanisme pasar. Kehadiran MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) yang menggantikan ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015 lalu menjadi bukti bahwa kurangnya kesadaran sekaligus kesiapan baik pemerintah maupun masyarakat untuk menghadapi gelombang besar perubahan ekonomi global. Maka jangan heran kemudian kenapa akhir-akhir ini muncul kebijakan yang di nilai merugikan rakyat, seperti Perpres no. 20 tentang TKA, itu adalah salah satu imbas dari ke-tidaksiap-an kita dalam menghadapi MEA. Padahal ASEAN Community sudah di bentuk sejak 2003 silam dengan tiga pilar utamanya yaitu, ASEAN Economic Community, ASEAN Security Community, dan ASEAN Socio-Cultural Community. Pertanyaannya sudah siapkah kita untuk menghadapi dua pilar selanjutnya? Mengevaluasi dari program MEA tersebut, maka harus ada upaya pendidikan sekaligus penyadaran dari pemerintah terkait dengan persoalan bilateral negara, bukan hanya sebatas sosialisasi semata. Hal tersebut harus intens dilakukan supaya masyarakat Indonesia bisa benar-benar paham dengan segala macam kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Apalagi Indonesia di prediksi akan menjadi bagian dari kekuatan ekonomi ASEAN bahkan dunia dengan bonus demografisnya di tahun 2030 mendatang. pelaksanaan demokrasi. wujud dari perayaan dan pelaksanaan reformasi birokrasi adalah meningkatnya kualitas demokrasi yang lebih dewasa dan mapan. Demokrasi yang dalam teorinya kita kenal dengan istilah dari, oleh dan untuk rakyat, namun dalam tatanan praktek tidak berjalan seperti demikian. Sejauh yang bisa kita rasakan bahwa kehadiran demokrasi hanya pada saat pesta momentum lima tahun sekali. Ini menunjukkan bahwa pendidikan politik maupun demokrasi di Indonesia masih sangat jauh dari apa yang diharapkan. Sejauh yang bisa kita lihat bahwa kekuatan politik partai yang tergabung dalam koalisi hanya menyusun strategi untuk memikat hati rakyat, sementara nilai-nilai pendidikan demokrasi yang adil dan beradab serta menjunjung tinggi nilai epistimologi manusia hanya menjadi wacana 'onani' intelektual semata. Hal inilah yang kemudian menyebabkan kondisi politik dan demokrasi pasca reformasi ini berada pada resiko ketidakpastian dan selalu saja berunsur pertarungan. Perjalanan panjang demokrasi Indonesia memang menjadi sebuah catatan penting untuk selalu dipertimbangkan, sebab rintisan perubahan baik radikal maupun gradual harusnya dapat memberikan pemahaman kolektif terhadap masyarakat dengan segala perhitungan, taktik dan strategi untuk mencapai suatu perubahan. Untuk itu, dalam momentum 21 tahun reformasi ini, mari sama-sama kita sebagai mahasiswa agent perubahan garda terdepan rakyat kita kawal proses pembangunan bangsa, baik dari segi infrastruktur, perkembangan kehidupan demokrasi, dan lebih-lebih pada pembangunan jiwa dan mental generasi-generasi yang diramalkan menjadi penggerak utama kemajuan bangsa dengan bonus demografisnya nanti. Sebab generasi-generasi inilah yang akan mengisi setiap post-post dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jangan sampai dengan adanya bonus demografis tersebut malah menjadi musibah bagi bangsa Indonesia dengan semakin meningkatnya pengangguran dan hutang negara akibat dari tingginya nilai konsumeristik masyarakat. Perjuangan Belum Berakhir Pembangunan Bangsa Belum Selesai. Reformasi Belum Tuntas Jadilah Mahasiswa Yang Progesif Dan Benar – Benar Merdeka! sumber : https://www.kompasiana.com/sang_bima/5cde68076db8434b811a557a/21-tahun-reformasi-pembangunan-masa-depan-bangsa-belum-selesai
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Tuesday, May 14, 2019

Posted by BEM Fakultas Hukum UPN "Veteran" JATIM On May 14, 2019 0 comments

Hasil Audiensi Dengan Dekanat

Pada tanggal 14 Mei 2019, usai diadakan Audiensi antara mahasiswa dengan pihak dekanat terkait beberapa permasalahan yang ada di Fakultas Hukum beserta beberapa aspirasi tambahan lainnya dari Keluarga Mahasiswa Fakultas Hukum , berikut ini Tanggapan pihak Dekanat mengenai audiensi :

  1. ABSENSI, terkait hal absensi ini jikalau ada dari mahasiswa yang memiliki permasalahan mengenai absen yang berkurang padahal masuk dalam mata kuliah, dapat menghubungi dosen mata kuliah yang bersangkutan, yg kemudian berkomunikasi dengan pihak TU untuk membenahi nya. Selanjutmya yakni untuk Ujian Akhir Semester Bahwa Absensi telah disepakati minimal 80% , dan untuk mahasiswa yang presensinya diantara 75-80 % tetap dapat mengikuti UAS, dengan catatan absensi tersebut nantinya akan dijadikan bahan pertimbangan dosen untuk memberikan nilai akhir.
  2. Penyeragaman, terkait perihal ini pihak dekanat Fakultas Hukum menyepakati bahwasan nya untuk UAS tetap mengenakan pakaian yang telah ditentukan sebelum nya, yakni Hari Senin - Selasa (atasan putih, bawahan hitam), Hari Rabu - Kamis (atasan batik - bawahan berwarna gelap), Hari Jumat ( bebas rapi berkera).
  3. Penurunan / Banding UKT, terkait permasalahan Penurunan / Banding UKT ini mahasiswa Fakultas Hukum alangkah lebih baiknya berkosultasi terlebih dahulu mengenai keluhan keberatan UKT ini, yang bisa langsung menghubungi teman - teman BEM atau BLM Fakultas Hukum, dan juga bisa berkonsultasi kepada pihak dekanat, yang selanjutnya akan bisa menuju proses berikutnya untuk penurunan / Banding UKT ini
  4. Rambut, terkait permasalahan ini telah disepakati dengan pihak dekanat untuk mengikuti kebijakan yang telah ada di Fakultas Hukum sebelumnya, yakni mahasiswa Fakultas Hukum dituntut untuk Rapi untuk bagian rambut.
  5. Sekretariat Ormawa FH, terkait permasalahan ini pihak dekanat mengutarakan untuk akan mengusahakan diadakan nya sekretariat Ormawa FH bagi yang belum memiliki. Yang untuk saat ini penempatan nya masi belum bisa ditentukan dikarenakan kondisi minimnya ruang di Fakultas Hukum.
  6. Lomba dibidang Akademik, terkait perihal Lomba yang dibahas dengan dekanat ini diharapkan untuk mahasiswa Fakultas hukum lebih aktif untuk mengikuti perlombaan dibidang akademik yang ada didalam maupun luar kampus UPN, yang nanti yang akan diusahan dari pihak dekanat untuk support perihal biaya pendaftaran ataupun biaya yang lain. Yang nanti akan ada reward untuk mahasiswa Fakultas Hukum yang bisa memenangkan lomba atau kompetisi yang diikuti
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Monday, May 13, 2019

Posted by BEM Fakultas Hukum UPN "Veteran" JATIM On May 13, 2019 0 comments

Pengumuman Open Recruitment Panitia PEMABA 2019





Terimakasih kepada seluruh mahasiswa Fakultas Hukum yang telah mengikuti seluruh rangkaian proses Open Recruitment Panitia PEMABA Fakultas Hukum  UPN "Veteran" Jawa Timur Tahun 2019.
Daftar nama panitia PEMABA Fakultas Hukum  UPN "Veteran" Jawa Timur Tahun 2019  dapat dilihat di sini!!
Demikian pemberitahuan ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasama saudara/i, kami ucapkan terima kasih




بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Wednesday, May 1, 2019

Posted by BEM Fakultas Hukum UPN "Veteran" JATIM On May 01, 2019 0 comments

Merampas Kembali Hak Hak dan Kesejahteraan Buruh Seperti Apa Yang di Cita – Citakan oleh UUD 1945




Sesuai apa yang dicita – citakan oleh UUD 1945 bahwa, ”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan” (Pasal 33 Ayat 1); ”Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” (Pasal 33 Ayat 2); ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” (Pasal 33 Ayat 3); dan ”Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional” (Pasal 33 Ayat 4). Lalu disambung lagi dengan Pasal 34 Ayat 2: ”Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”;       

            Hari Buruh atau Mayday, yang diperingati setiap tanggal 1 Mei ternyata memiliki sejarah cukup kelam. Hari Buruh lahir dari berbagai rentetan perjuangan kelas pekerja, untuk meraih kendali ekonomi-politis hak-hak industrial. Yang paling lekat dalam ingatan barangkali adalah aksi mogok kerja para buruh yang terjadi di lapangan Haymarket, Chicago, Illinois, Amerika Serikat(AS) pada April 1886. Ratusan ribu kaum pekerja berdemonstrasi menuntut pemberlakuan kebijakan delapan jam kerja sehari. Puncaknya, kejadian yang kelak disebut dengan Tragedi Haymarket, meledak pada 4 Mei 1886. Empat orang buruh tewas, sementara ratusan lain luka-luka akibat berondong peluru aparat yang berusaha meredam aksi demo waktu itu. Di Indonesia sendiri, penetapan hari buruh yang jatuh pada 1 Mei juga melalui berbagai perjalanan panjang. Perayaan tahunan para pekerja itu bahkan sempat ditiadakan pada era orde baru. Pemerintahan presiden Suharto kala itu, mengidentikkan peringatan May Day dengan ideologi komunisme.

   Merunut sejarahnya, peringatan Hari Buruh sudah di peringati di Nusantara pada masa pra kemerdekaan. Ratusan anggota Serikat Buruh "Kung Tang Hwee Koan" (serikat buruh bermarkas di Shanghai, tapi memiliki ratusan anggota di Surabaya) menggelar peringatan Hari Buruh di Surabaya pada tanggal 1 Mei tahun itu Perayaan 1 Mei 1918 di Surabaya tersebut, kemudian dicatat sejarah sebagai peringatan Hari Buruh pertama kali di Indonesia. Beberapa sumber lain bahkan menyebutnya sebagai yang pertama kali di Asia. Sementara di masa kemerdekaan, kaum pekerja merayakan Hari Buruh pertama pada 1 Mei 1946. Beberapa tahun selepas Orde Lama tumbang, pemerintahan presiden Suharto meniadakan perayaan Hari Buruh secara perlahan dan sistematis. Mulanya, dilakukan penggantian nama Kementerian Perburuhan pada Kabinet Dwikora menjadi Departemen Tenaga Kerja. Presiden Suharto kemudian menunjuk Awaloedin Djamin sebagai Menteri Tenaga Kerja pertama era Orde Baru. Awaloedin juga tetap memutuskan peringatan Hari Buruh pada 1 mei 1966. Hal itu dimaksudkan agar tidak ada kesalahpahaman bahwa Orde Baru anti buruh, melainkan anti terhadap ideologi komunisme yang lekat kaitannya dengan kelas pekerja. "Keputusan ini diambil agar tidak disalah mengetikan bahwa Orde Baru adalah anti buruh, padahal yang benar kita adalah anti komunis Indonesia," kata Awaloedin dalam buku 'Awaloedin Djamin, Pengalaman Seorang Perwira Polri'.  Kemudian, "tahun berikutnya langsung saya hapuskan." tulisnya dalam buku itu. Sebagai gantinya, pemerintah kemudian menetapkan 20 Februari sebagai Hari Pekerja Nasional, merujuk pada hari lahir organisasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) pada 20 Februari 1973. Sejak saat itu, usaha-usaha kelas pekerja memperingati Hari Buruh selalu dihadapkan dengan represif. Mereka ditangkapi dan dijebloskan dalam tahanan. Seusai orde baru rubuh bersamaan dengan lengsernya presiden Suharto, perayaan Hari Buruh diperingati setiap tahunnya.

   Pada peringatan 1 Mei 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional. Penetapan tersebut lalu diberlakukan pada 1 Mei 2014 dan bertahan hingga kini. Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) dan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Pada tanggal 1 Mei 2019 akan menyuarakan tuntutan saat perayaan May Day kepada pemerintah tuntutan tersebut adalah meminta pemerintah mencabut PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. aturan tersebut sangat merugikan kaum buruh. Ada tiga hal yang diminta dalam revisi PP tersebut. Satu, mengembalikan hak berunding serikat buruh dalam penentuan kenaikan upah minimum. Tuntutan kedua, lanjutnya, yakni mencabut formula penentuan kenaikan upah minimum yang selama ini bersandar pada inflasi plus pertumbuhan ekonomi."Ketiga, buruh ingin pemberlakuan upah minimum sektoral secara menyeluruh, baik di tingkat provinsi atau kabupaten/kota," Dan pada pertemuan yang dihadiri oleh Jokowi dan bersama para pimpinan organisasi buruh di Istana Kepresiden Jakarta telah menyetujui permintaan serikat buruh terkait revisi PP 78/2015 tentang Pengupahan tersebut. Dengan begitu, KSPSI, KASBI, KSBSI dan  KPBI  akan menyuarakan tuntutan tersebut saat perayaan May Day pada 1 Mei.

Sudah saatnya pemerintah memperkecil kesenjangan ekonomi yang terjadi di negeri ini dan mengembalikan apa yang dicita-citakan oleh UUD 1945 pasal 33 ayat (1,2, dan 4) dan pasal 34 ayat (2) yang dimana UUD 1945 ini merupakan dasar / Konstitusi yang harus di jadikan sebagai acuan pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan maupun Undang – Undang yang PRO RAKYAT, terutama rakyat kecil dan kurang mampu yang dalam UUD dilindungi oleh negara. Berikan kepada buruh apa yang selayaknya menjadi haknya, jangan anggap mereka ‘komoditas murahan’, ‘kasta terendah’ di negeri ini yang bisa dimanfaatkan sesuka hati untuk memdongkrak popularitas atau alat pencitraan pemerintah di depan masyarakat umum. Pendidikan yang rendah bukanlah karena keinginan buruh, tetapi karena mahalnya biaya sekolah. Jangan sampai kekuatan buruh sebagai kekuatan terbesar di negeri ini, mengamuk, meruntuhkan rezim pemerintahan sekarang, dan menciptakan suasana destabilitas di negeri ini.

SUMBER :
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kembali ke Pasal 33 UUD 1945", https://nasional.kompas.com/read/2011/12/22/02061513/kembali.ke.pasal.33.uud.1945?page=all.  




بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ