Selamat datang di blog BEM FAKULTAS HUKUM UPN "VETERAN" JAWA TIMUR

Wednesday, May 1, 2019

Merampas Kembali Hak Hak dan Kesejahteraan Buruh Seperti Apa Yang di Cita – Citakan oleh UUD 1945

Posted by BEM Fakultas Hukum UPN "Veteran" JATIM On May 01, 2019 0 comments

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ




Sesuai apa yang dicita – citakan oleh UUD 1945 bahwa, ”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan” (Pasal 33 Ayat 1); ”Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” (Pasal 33 Ayat 2); ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” (Pasal 33 Ayat 3); dan ”Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional” (Pasal 33 Ayat 4). Lalu disambung lagi dengan Pasal 34 Ayat 2: ”Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”;       

            Hari Buruh atau Mayday, yang diperingati setiap tanggal 1 Mei ternyata memiliki sejarah cukup kelam. Hari Buruh lahir dari berbagai rentetan perjuangan kelas pekerja, untuk meraih kendali ekonomi-politis hak-hak industrial. Yang paling lekat dalam ingatan barangkali adalah aksi mogok kerja para buruh yang terjadi di lapangan Haymarket, Chicago, Illinois, Amerika Serikat(AS) pada April 1886. Ratusan ribu kaum pekerja berdemonstrasi menuntut pemberlakuan kebijakan delapan jam kerja sehari. Puncaknya, kejadian yang kelak disebut dengan Tragedi Haymarket, meledak pada 4 Mei 1886. Empat orang buruh tewas, sementara ratusan lain luka-luka akibat berondong peluru aparat yang berusaha meredam aksi demo waktu itu. Di Indonesia sendiri, penetapan hari buruh yang jatuh pada 1 Mei juga melalui berbagai perjalanan panjang. Perayaan tahunan para pekerja itu bahkan sempat ditiadakan pada era orde baru. Pemerintahan presiden Suharto kala itu, mengidentikkan peringatan May Day dengan ideologi komunisme.

   Merunut sejarahnya, peringatan Hari Buruh sudah di peringati di Nusantara pada masa pra kemerdekaan. Ratusan anggota Serikat Buruh "Kung Tang Hwee Koan" (serikat buruh bermarkas di Shanghai, tapi memiliki ratusan anggota di Surabaya) menggelar peringatan Hari Buruh di Surabaya pada tanggal 1 Mei tahun itu Perayaan 1 Mei 1918 di Surabaya tersebut, kemudian dicatat sejarah sebagai peringatan Hari Buruh pertama kali di Indonesia. Beberapa sumber lain bahkan menyebutnya sebagai yang pertama kali di Asia. Sementara di masa kemerdekaan, kaum pekerja merayakan Hari Buruh pertama pada 1 Mei 1946. Beberapa tahun selepas Orde Lama tumbang, pemerintahan presiden Suharto meniadakan perayaan Hari Buruh secara perlahan dan sistematis. Mulanya, dilakukan penggantian nama Kementerian Perburuhan pada Kabinet Dwikora menjadi Departemen Tenaga Kerja. Presiden Suharto kemudian menunjuk Awaloedin Djamin sebagai Menteri Tenaga Kerja pertama era Orde Baru. Awaloedin juga tetap memutuskan peringatan Hari Buruh pada 1 mei 1966. Hal itu dimaksudkan agar tidak ada kesalahpahaman bahwa Orde Baru anti buruh, melainkan anti terhadap ideologi komunisme yang lekat kaitannya dengan kelas pekerja. "Keputusan ini diambil agar tidak disalah mengetikan bahwa Orde Baru adalah anti buruh, padahal yang benar kita adalah anti komunis Indonesia," kata Awaloedin dalam buku 'Awaloedin Djamin, Pengalaman Seorang Perwira Polri'.  Kemudian, "tahun berikutnya langsung saya hapuskan." tulisnya dalam buku itu. Sebagai gantinya, pemerintah kemudian menetapkan 20 Februari sebagai Hari Pekerja Nasional, merujuk pada hari lahir organisasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) pada 20 Februari 1973. Sejak saat itu, usaha-usaha kelas pekerja memperingati Hari Buruh selalu dihadapkan dengan represif. Mereka ditangkapi dan dijebloskan dalam tahanan. Seusai orde baru rubuh bersamaan dengan lengsernya presiden Suharto, perayaan Hari Buruh diperingati setiap tahunnya.

   Pada peringatan 1 Mei 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional. Penetapan tersebut lalu diberlakukan pada 1 Mei 2014 dan bertahan hingga kini. Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) dan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Pada tanggal 1 Mei 2019 akan menyuarakan tuntutan saat perayaan May Day kepada pemerintah tuntutan tersebut adalah meminta pemerintah mencabut PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. aturan tersebut sangat merugikan kaum buruh. Ada tiga hal yang diminta dalam revisi PP tersebut. Satu, mengembalikan hak berunding serikat buruh dalam penentuan kenaikan upah minimum. Tuntutan kedua, lanjutnya, yakni mencabut formula penentuan kenaikan upah minimum yang selama ini bersandar pada inflasi plus pertumbuhan ekonomi."Ketiga, buruh ingin pemberlakuan upah minimum sektoral secara menyeluruh, baik di tingkat provinsi atau kabupaten/kota," Dan pada pertemuan yang dihadiri oleh Jokowi dan bersama para pimpinan organisasi buruh di Istana Kepresiden Jakarta telah menyetujui permintaan serikat buruh terkait revisi PP 78/2015 tentang Pengupahan tersebut. Dengan begitu, KSPSI, KASBI, KSBSI dan  KPBI  akan menyuarakan tuntutan tersebut saat perayaan May Day pada 1 Mei.

Sudah saatnya pemerintah memperkecil kesenjangan ekonomi yang terjadi di negeri ini dan mengembalikan apa yang dicita-citakan oleh UUD 1945 pasal 33 ayat (1,2, dan 4) dan pasal 34 ayat (2) yang dimana UUD 1945 ini merupakan dasar / Konstitusi yang harus di jadikan sebagai acuan pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan maupun Undang – Undang yang PRO RAKYAT, terutama rakyat kecil dan kurang mampu yang dalam UUD dilindungi oleh negara. Berikan kepada buruh apa yang selayaknya menjadi haknya, jangan anggap mereka ‘komoditas murahan’, ‘kasta terendah’ di negeri ini yang bisa dimanfaatkan sesuka hati untuk memdongkrak popularitas atau alat pencitraan pemerintah di depan masyarakat umum. Pendidikan yang rendah bukanlah karena keinginan buruh, tetapi karena mahalnya biaya sekolah. Jangan sampai kekuatan buruh sebagai kekuatan terbesar di negeri ini, mengamuk, meruntuhkan rezim pemerintahan sekarang, dan menciptakan suasana destabilitas di negeri ini.

SUMBER :
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kembali ke Pasal 33 UUD 1945", https://nasional.kompas.com/read/2011/12/22/02061513/kembali.ke.pasal.33.uud.1945?page=all.  




Ditulis Oleh : BEM Fakultas Hukum UPN "Veteran" JATIM ~ BEM FH UPN JATIM

Berbagi Info Bermanfaat Anda sedang membaca artikel yang berjudul Merampas Kembali Hak Hak dan Kesejahteraan Buruh Seperti Apa Yang di Cita – Citakan oleh UUD 1945. Anda boleh meng-copy sebagian atau penuh isi artikel diatas namun harus meletakan link dibawah ini sebagai sumber artikel yang anda copy.

0 comments:

Post a Comment