Selamat datang di blog BEM FAKULTAS HUKUM UPN "VETERAN" JAWA TIMUR

Tuesday, May 28, 2019

Posted by BEM Fakultas Hukum UPN "Veteran" JATIM On May 28, 2019 0 comments

21 TAHUN REFORMASI: PEMBANGUNAN MASA DEPAN INDONESIA BELUM SELESAI 

Krisis finansial yang terjadi sejak tahun 1997 menyebabkan Ekonomi Indonesia melemah, bahkan mengalami keterpurukan. Dampak dari krisis tersebut tidak hanya dirasakan dalam bidang ekonomi saja, bidang-bidang kehidupan lainpun telah terdampak dari krisis yang terjadi pada dekade tersebut. Gerakan Reformasi kemudian lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda tersebut. Tuntutan utama para demonstrasi adalah perbaikan dalam bidang ekonomi dan reformasi secara total unsur penyelenggara negara. Krisis politik, ekonomi, hukum dan krisis sosial merupakan faktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan gelombang besar gerakan reformasi yang dinilai tidak bisa ditawar-tawar lagi. Karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan reformasi ini. Meskipun dalam gerakan tersebut menuntut perbaikan dalam bidang ekonomi, namun yang luput dari pandangan adalah proses pembangunan bangsa. Pembangunan Bangsa menjadi wacana nasional pemerintah orde baru yang dikenal dengan program "Repelita" (Rencana Pembangunan Lima Tahun). Meskipun Presiden Soeharto secara legowo menerima gerakan reformasi dan turun dari jabatannya sebagai Presiden, namun hanya dengan syarat proses pembangunan harus tetap berjalan. Dengan demikian, artinya pemerintah orde baru telah merancang konsep masa depan untuk program pembangunan bangsa. Ada beberapa hal menarik yang harus dilihat dari proses pembangunan bangsa zaman orde baru dengan sekarang, yaitu logika pembangunan. logika pembangunan era orde baru dengan sekarang adalah sama, yaitu sama-sama menggunakan pendekatan The stages of economic growth ala W.W. Rostow. Dalam teori tersebut, Rostow menjelaskan bahwa pembangunan atau modernisasi merupakan proses bertahap, dimana masyarakat akan berkembang dari masyarakat tradisional dan berakhir pada tahap masyarakat dengan konsumsi tinggi. Pembangunan ekonomi atau transformasi suatu masyarakat tradisional menuju masyarakat modern merupakan suatu proses yang multidimensional. Dimana perubahan ini bukan hanya bertumpu pada perubahan ekonomi dari agraris ke industri saja, melainkan pula perubahan pada bidang sosial, budaya, politik, ekonomi, bahkan agama. ada beberapa hal yang harus di evaluasi dari proses pembangunan tersebut. proses pembangunan tidak hanya di prioritaskan pada pembangunan infrastruktur yang terlihat secara fisik semata, akan tetapi pembangunan jiwa dan mental masyarakat untuk menuju tahap akhir dari teori Rostow harus juga di imbangi. Hal tersebut di perlukan guna memberikan kesadaran secara psikologis kepada masyarakat untuk menghadapi kemajuan zaman. Tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih buta terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat ini. Selain itu, proses pembangunan ini harus juga merata dan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, agar supaya tidak terjadi disintegrasi. Meskipun sudah diterapkan sistem desentralisasi, akan tetapi hal tersebut perlu dikaji kembali oleh pemerintah pusat, sebab sumber daya, tingkatan ekonomi dan pendapatan masing-masing daerah itu berbeba-beda. Hal tersebut diperlukan agar masyarakat tidak kaget ataupun terkejut dengan berbagai tantangan yang akan di hadapi. Perlu di sadari bersama, bahwa Indonesia pada hari ini tengah berada pada percaturan politik Internasional yang mendorong hasilnya kepada mekanisme pasar. Kehadiran MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) yang menggantikan ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015 lalu menjadi bukti bahwa kurangnya kesadaran sekaligus kesiapan baik pemerintah maupun masyarakat untuk menghadapi gelombang besar perubahan ekonomi global. Maka jangan heran kemudian kenapa akhir-akhir ini muncul kebijakan yang di nilai merugikan rakyat, seperti Perpres no. 20 tentang TKA, itu adalah salah satu imbas dari ke-tidaksiap-an kita dalam menghadapi MEA. Padahal ASEAN Community sudah di bentuk sejak 2003 silam dengan tiga pilar utamanya yaitu, ASEAN Economic Community, ASEAN Security Community, dan ASEAN Socio-Cultural Community. Pertanyaannya sudah siapkah kita untuk menghadapi dua pilar selanjutnya? Mengevaluasi dari program MEA tersebut, maka harus ada upaya pendidikan sekaligus penyadaran dari pemerintah terkait dengan persoalan bilateral negara, bukan hanya sebatas sosialisasi semata. Hal tersebut harus intens dilakukan supaya masyarakat Indonesia bisa benar-benar paham dengan segala macam kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Apalagi Indonesia di prediksi akan menjadi bagian dari kekuatan ekonomi ASEAN bahkan dunia dengan bonus demografisnya di tahun 2030 mendatang. pelaksanaan demokrasi. wujud dari perayaan dan pelaksanaan reformasi birokrasi adalah meningkatnya kualitas demokrasi yang lebih dewasa dan mapan. Demokrasi yang dalam teorinya kita kenal dengan istilah dari, oleh dan untuk rakyat, namun dalam tatanan praktek tidak berjalan seperti demikian. Sejauh yang bisa kita rasakan bahwa kehadiran demokrasi hanya pada saat pesta momentum lima tahun sekali. Ini menunjukkan bahwa pendidikan politik maupun demokrasi di Indonesia masih sangat jauh dari apa yang diharapkan. Sejauh yang bisa kita lihat bahwa kekuatan politik partai yang tergabung dalam koalisi hanya menyusun strategi untuk memikat hati rakyat, sementara nilai-nilai pendidikan demokrasi yang adil dan beradab serta menjunjung tinggi nilai epistimologi manusia hanya menjadi wacana 'onani' intelektual semata. Hal inilah yang kemudian menyebabkan kondisi politik dan demokrasi pasca reformasi ini berada pada resiko ketidakpastian dan selalu saja berunsur pertarungan. Perjalanan panjang demokrasi Indonesia memang menjadi sebuah catatan penting untuk selalu dipertimbangkan, sebab rintisan perubahan baik radikal maupun gradual harusnya dapat memberikan pemahaman kolektif terhadap masyarakat dengan segala perhitungan, taktik dan strategi untuk mencapai suatu perubahan. Untuk itu, dalam momentum 21 tahun reformasi ini, mari sama-sama kita sebagai mahasiswa agent perubahan garda terdepan rakyat kita kawal proses pembangunan bangsa, baik dari segi infrastruktur, perkembangan kehidupan demokrasi, dan lebih-lebih pada pembangunan jiwa dan mental generasi-generasi yang diramalkan menjadi penggerak utama kemajuan bangsa dengan bonus demografisnya nanti. Sebab generasi-generasi inilah yang akan mengisi setiap post-post dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jangan sampai dengan adanya bonus demografis tersebut malah menjadi musibah bagi bangsa Indonesia dengan semakin meningkatnya pengangguran dan hutang negara akibat dari tingginya nilai konsumeristik masyarakat. Perjuangan Belum Berakhir Pembangunan Bangsa Belum Selesai. Reformasi Belum Tuntas Jadilah Mahasiswa Yang Progesif Dan Benar – Benar Merdeka! sumber : https://www.kompasiana.com/sang_bima/5cde68076db8434b811a557a/21-tahun-reformasi-pembangunan-masa-depan-bangsa-belum-selesai
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Tuesday, May 14, 2019

Posted by BEM Fakultas Hukum UPN "Veteran" JATIM On May 14, 2019 0 comments

Hasil Audiensi Dengan Dekanat

Pada tanggal 14 Mei 2019, usai diadakan Audiensi antara mahasiswa dengan pihak dekanat terkait beberapa permasalahan yang ada di Fakultas Hukum beserta beberapa aspirasi tambahan lainnya dari Keluarga Mahasiswa Fakultas Hukum , berikut ini Tanggapan pihak Dekanat mengenai audiensi :

  1. ABSENSI, terkait hal absensi ini jikalau ada dari mahasiswa yang memiliki permasalahan mengenai absen yang berkurang padahal masuk dalam mata kuliah, dapat menghubungi dosen mata kuliah yang bersangkutan, yg kemudian berkomunikasi dengan pihak TU untuk membenahi nya. Selanjutmya yakni untuk Ujian Akhir Semester Bahwa Absensi telah disepakati minimal 80% , dan untuk mahasiswa yang presensinya diantara 75-80 % tetap dapat mengikuti UAS, dengan catatan absensi tersebut nantinya akan dijadikan bahan pertimbangan dosen untuk memberikan nilai akhir.
  2. Penyeragaman, terkait perihal ini pihak dekanat Fakultas Hukum menyepakati bahwasan nya untuk UAS tetap mengenakan pakaian yang telah ditentukan sebelum nya, yakni Hari Senin - Selasa (atasan putih, bawahan hitam), Hari Rabu - Kamis (atasan batik - bawahan berwarna gelap), Hari Jumat ( bebas rapi berkera).
  3. Penurunan / Banding UKT, terkait permasalahan Penurunan / Banding UKT ini mahasiswa Fakultas Hukum alangkah lebih baiknya berkosultasi terlebih dahulu mengenai keluhan keberatan UKT ini, yang bisa langsung menghubungi teman - teman BEM atau BLM Fakultas Hukum, dan juga bisa berkonsultasi kepada pihak dekanat, yang selanjutnya akan bisa menuju proses berikutnya untuk penurunan / Banding UKT ini
  4. Rambut, terkait permasalahan ini telah disepakati dengan pihak dekanat untuk mengikuti kebijakan yang telah ada di Fakultas Hukum sebelumnya, yakni mahasiswa Fakultas Hukum dituntut untuk Rapi untuk bagian rambut.
  5. Sekretariat Ormawa FH, terkait permasalahan ini pihak dekanat mengutarakan untuk akan mengusahakan diadakan nya sekretariat Ormawa FH bagi yang belum memiliki. Yang untuk saat ini penempatan nya masi belum bisa ditentukan dikarenakan kondisi minimnya ruang di Fakultas Hukum.
  6. Lomba dibidang Akademik, terkait perihal Lomba yang dibahas dengan dekanat ini diharapkan untuk mahasiswa Fakultas hukum lebih aktif untuk mengikuti perlombaan dibidang akademik yang ada didalam maupun luar kampus UPN, yang nanti yang akan diusahan dari pihak dekanat untuk support perihal biaya pendaftaran ataupun biaya yang lain. Yang nanti akan ada reward untuk mahasiswa Fakultas Hukum yang bisa memenangkan lomba atau kompetisi yang diikuti
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Monday, May 13, 2019

Posted by BEM Fakultas Hukum UPN "Veteran" JATIM On May 13, 2019 0 comments

Pengumuman Open Recruitment Panitia PEMABA 2019





Terimakasih kepada seluruh mahasiswa Fakultas Hukum yang telah mengikuti seluruh rangkaian proses Open Recruitment Panitia PEMABA Fakultas Hukum  UPN "Veteran" Jawa Timur Tahun 2019.
Daftar nama panitia PEMABA Fakultas Hukum  UPN "Veteran" Jawa Timur Tahun 2019  dapat dilihat di sini!!
Demikian pemberitahuan ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasama saudara/i, kami ucapkan terima kasih




بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Wednesday, May 1, 2019

Posted by BEM Fakultas Hukum UPN "Veteran" JATIM On May 01, 2019 0 comments

Merampas Kembali Hak Hak dan Kesejahteraan Buruh Seperti Apa Yang di Cita – Citakan oleh UUD 1945




Sesuai apa yang dicita – citakan oleh UUD 1945 bahwa, ”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan” (Pasal 33 Ayat 1); ”Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” (Pasal 33 Ayat 2); ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” (Pasal 33 Ayat 3); dan ”Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional” (Pasal 33 Ayat 4). Lalu disambung lagi dengan Pasal 34 Ayat 2: ”Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”;       

            Hari Buruh atau Mayday, yang diperingati setiap tanggal 1 Mei ternyata memiliki sejarah cukup kelam. Hari Buruh lahir dari berbagai rentetan perjuangan kelas pekerja, untuk meraih kendali ekonomi-politis hak-hak industrial. Yang paling lekat dalam ingatan barangkali adalah aksi mogok kerja para buruh yang terjadi di lapangan Haymarket, Chicago, Illinois, Amerika Serikat(AS) pada April 1886. Ratusan ribu kaum pekerja berdemonstrasi menuntut pemberlakuan kebijakan delapan jam kerja sehari. Puncaknya, kejadian yang kelak disebut dengan Tragedi Haymarket, meledak pada 4 Mei 1886. Empat orang buruh tewas, sementara ratusan lain luka-luka akibat berondong peluru aparat yang berusaha meredam aksi demo waktu itu. Di Indonesia sendiri, penetapan hari buruh yang jatuh pada 1 Mei juga melalui berbagai perjalanan panjang. Perayaan tahunan para pekerja itu bahkan sempat ditiadakan pada era orde baru. Pemerintahan presiden Suharto kala itu, mengidentikkan peringatan May Day dengan ideologi komunisme.

   Merunut sejarahnya, peringatan Hari Buruh sudah di peringati di Nusantara pada masa pra kemerdekaan. Ratusan anggota Serikat Buruh "Kung Tang Hwee Koan" (serikat buruh bermarkas di Shanghai, tapi memiliki ratusan anggota di Surabaya) menggelar peringatan Hari Buruh di Surabaya pada tanggal 1 Mei tahun itu Perayaan 1 Mei 1918 di Surabaya tersebut, kemudian dicatat sejarah sebagai peringatan Hari Buruh pertama kali di Indonesia. Beberapa sumber lain bahkan menyebutnya sebagai yang pertama kali di Asia. Sementara di masa kemerdekaan, kaum pekerja merayakan Hari Buruh pertama pada 1 Mei 1946. Beberapa tahun selepas Orde Lama tumbang, pemerintahan presiden Suharto meniadakan perayaan Hari Buruh secara perlahan dan sistematis. Mulanya, dilakukan penggantian nama Kementerian Perburuhan pada Kabinet Dwikora menjadi Departemen Tenaga Kerja. Presiden Suharto kemudian menunjuk Awaloedin Djamin sebagai Menteri Tenaga Kerja pertama era Orde Baru. Awaloedin juga tetap memutuskan peringatan Hari Buruh pada 1 mei 1966. Hal itu dimaksudkan agar tidak ada kesalahpahaman bahwa Orde Baru anti buruh, melainkan anti terhadap ideologi komunisme yang lekat kaitannya dengan kelas pekerja. "Keputusan ini diambil agar tidak disalah mengetikan bahwa Orde Baru adalah anti buruh, padahal yang benar kita adalah anti komunis Indonesia," kata Awaloedin dalam buku 'Awaloedin Djamin, Pengalaman Seorang Perwira Polri'.  Kemudian, "tahun berikutnya langsung saya hapuskan." tulisnya dalam buku itu. Sebagai gantinya, pemerintah kemudian menetapkan 20 Februari sebagai Hari Pekerja Nasional, merujuk pada hari lahir organisasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) pada 20 Februari 1973. Sejak saat itu, usaha-usaha kelas pekerja memperingati Hari Buruh selalu dihadapkan dengan represif. Mereka ditangkapi dan dijebloskan dalam tahanan. Seusai orde baru rubuh bersamaan dengan lengsernya presiden Suharto, perayaan Hari Buruh diperingati setiap tahunnya.

   Pada peringatan 1 Mei 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional. Penetapan tersebut lalu diberlakukan pada 1 Mei 2014 dan bertahan hingga kini. Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) dan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Pada tanggal 1 Mei 2019 akan menyuarakan tuntutan saat perayaan May Day kepada pemerintah tuntutan tersebut adalah meminta pemerintah mencabut PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. aturan tersebut sangat merugikan kaum buruh. Ada tiga hal yang diminta dalam revisi PP tersebut. Satu, mengembalikan hak berunding serikat buruh dalam penentuan kenaikan upah minimum. Tuntutan kedua, lanjutnya, yakni mencabut formula penentuan kenaikan upah minimum yang selama ini bersandar pada inflasi plus pertumbuhan ekonomi."Ketiga, buruh ingin pemberlakuan upah minimum sektoral secara menyeluruh, baik di tingkat provinsi atau kabupaten/kota," Dan pada pertemuan yang dihadiri oleh Jokowi dan bersama para pimpinan organisasi buruh di Istana Kepresiden Jakarta telah menyetujui permintaan serikat buruh terkait revisi PP 78/2015 tentang Pengupahan tersebut. Dengan begitu, KSPSI, KASBI, KSBSI dan  KPBI  akan menyuarakan tuntutan tersebut saat perayaan May Day pada 1 Mei.

Sudah saatnya pemerintah memperkecil kesenjangan ekonomi yang terjadi di negeri ini dan mengembalikan apa yang dicita-citakan oleh UUD 1945 pasal 33 ayat (1,2, dan 4) dan pasal 34 ayat (2) yang dimana UUD 1945 ini merupakan dasar / Konstitusi yang harus di jadikan sebagai acuan pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan maupun Undang – Undang yang PRO RAKYAT, terutama rakyat kecil dan kurang mampu yang dalam UUD dilindungi oleh negara. Berikan kepada buruh apa yang selayaknya menjadi haknya, jangan anggap mereka ‘komoditas murahan’, ‘kasta terendah’ di negeri ini yang bisa dimanfaatkan sesuka hati untuk memdongkrak popularitas atau alat pencitraan pemerintah di depan masyarakat umum. Pendidikan yang rendah bukanlah karena keinginan buruh, tetapi karena mahalnya biaya sekolah. Jangan sampai kekuatan buruh sebagai kekuatan terbesar di negeri ini, mengamuk, meruntuhkan rezim pemerintahan sekarang, dan menciptakan suasana destabilitas di negeri ini.

SUMBER :
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kembali ke Pasal 33 UUD 1945", https://nasional.kompas.com/read/2011/12/22/02061513/kembali.ke.pasal.33.uud.1945?page=all.  




بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ