Selamat datang di blog BEM FAKULTAS HUKUM UPN "VETERAN" JAWA TIMUR

Tuesday, July 30, 2019

Posted by BEM Fakultas Hukum UPN "Veteran" JATIM On July 30, 2019 0 comments

Pengaruh Kesenjangan Sosial Ekonomi Terhadap Tingkat Kriminalitas


Hasil gambar untuk kriminalitas
Kesenjangan sosial adalah suatu bentuk ketidaksamarataan atau ketidakseimbangnya sosial yang terjadi di masyarakat. Ketidaksamarataan tersebut dapat berbentuk akses memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Kesenjangan sosial jika dihubungkan dengan ekonomi akan membentuk pengertian bahwa kesenjangan atau ketidakseimbangan tersebut terjadi pada segi ekonomi. Secara konkret pengertian kesenjangan sosial dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana orang miskin tidak memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan tidak berkuasa seperti orang yang kaya. Abad Badruzaman  (2009), menyatakan kesenjangan sosial adalah suatu ketidakseimbangan sosial yang ada di masyarakat sehingga menjadikan suatu perbedaan yang sangat mencolok atau dapat juga diartikan suatu keadaan dimana orang kaya mempunyai kedudukan lebih tinggi dan lebih berkuasa daripada orang miskin. Muladi dan Barda Nawawi Arief (1998), menyatakan kriminalitas adalah tindak kejahatan yang dilakukan baik oleh wanita ataupun pria dengan tingkat pendidikan yang berbeda yang merugikan orang lain secara sadar maupun tidak. Kriminalitas bukanlah warisan atau bawaan sejak lahir.

Maraknya tindakan krimal yang terjadi akhir akhir ini terutama tindakan kriminal pencurian, penjambretan, pembegalan, dan penipuan adalah sebagian besar disebabkan oleh faktor ekonomi. Tingginya tingkat pengangguran menyebabkan pendapatan suatu daerah rendah dan tidak merata, hal tersebutlah yang mendasari sebagaian besar tindakan kriminal terjadi. Dalam berita detik.com yang ditulis Rosmha, kejadian kriminal yang di landasi oleh permasalahan ekonomi terjadi di kabupaten Bogor, Seorang wartawan dibunuh dan mobilnya di curi. Dalam wawancara dengan 20Detik, Nurhadi (pelaku) mengatakan motif ekonomi sebagai dorongan utama melakukan pembunuhan. Nurhadi menginginkan mobil korban untuk membayar hutang (Rosmha, 2019). Ketimpangan ekonomi antara masyarakat atas dengan masyarakat bawah membuat suatu sentimen sehingga terjadi pikiran instan dalam memenuhi kebutahannya dengan cara melakukan tindak kriminal.
Untuk menurunkan angka kriminalitas pada suatu wilayah atau negara maka yang harus diperbaiki terlebih dahulu adalah ekonominya. Sebagian besar tindakan criminal yang dilakukan masyarakat berlandaskan faktor ekonomi, sebagian dari pelaku kriminalitas melakukan kejahatan karena untuk membiayai kehidupan. Dengan alasan untuk bertahan hidup, menjadikan sebagian besar pelaku kriminal melakukan perbuatannya.
Indikator yang biasa digunakan untuk mengukur kejahatan adalah angka jumlah kejahatan (crime total), angka kejahatan per-seratus ribu penduduk (crimerate), dan selang waktu terjadinya suatu tindak kejahatan (crime clock). Meski demikian perlu kehatian-hatian dalam memaknai angka kejahatan secara umum karena merupakan aritmetika sederhana yang menggabung semua jenis kejahatan dalam perhitungan tanpa mempertimbangkan tingkat keseriusannya. Data yang dilansir Mabes Polri tahun 2017 memperlihatkan     jumlah kejadian kejahatan (crime total) pada tahun 2015 sebanyak 352.936 kasus, meningkat menjadi sebanyak 357.197 kasus pada tahun 2016 dan menurun pada tahun 2017 menjadi 336.652 kasus. Sejalan dengan crime total, jumlah orang yang terkena tindak kejahatan (crime rate) per-seratus ribu penduduk juga mengalami penurunan pada tahun 2017 diperkirakan sebanyak 129 orang. Angka ini menurun dari 140 orang pada tahun 2015 dan 2016. Crime rate merupakan angka yang dapat menunjukkan tingkat kerawanan suatu kejahatan pada suatu kota tertentu dalam waktu tertentu.

Untuk melihat tingkat ketimpangan ekonomi, maka data yang digunakan adalah rasio gini. Rasio Gini atau koefisien adalah alat mengukur derajat ketidakmerataan distribusi penduduk. Badan Pusat Statistik merilis data pada bulan September 2017 tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,391, sedangkan Gini Ratio September 2016 sebesar 0,394. Artinya dari September 2016 ke September 2017 mengalami penurunan sebesar 0,003 poin.

Dengan membandingkan data tingkat kriminalitas dan data kesenjangan ekonomi, menunjukkan pengaruh variable kesenjangan ekonomi terhadap kriminalitas. Dari tingkat kriminalitas ditahun 2017 yang menurun ,berbanding lurus tingkat ketimpangan ekonomi juga menurun. Artinya dari data tersebut menunjukkan bahwa variable tingkat ketimpangan ekonomi sangat berpengaruh terhadap tingkat kriminalitas. Daerah tertentu yang mengalami pertumbuhan ekonomi lebih tinggi daripada daerah lain akan menghadapi beban yang terus meningkat karena banyak penduduk dari daerah lain terus berpindah ke daerah tersebut. Kondisi ini terjadi karena adanya tarikan peluang kesempatan kerja yang lebih banyak di daerah perkotaan tersebut. Daerah perkotaan secara terus menerus mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi karena sumberdaya yang potensial terus berpindah ke daerah maju sebagai pusat pertumbuhan dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Kondisi ini selanjutnya menyebabkan daerah pusat pertumbuhan mengalami akumulasi pertumbuhan yang lebih tinggi karena didukung oleh sumber daya potensial yang telah berpindah tersebut. Ketimpangan pembangunan antar wilayah ini membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat pada wilayah yang bersangkutan. Biasanya implikasi ini ditimbulkan adalah dalam bentuk kecemburuan dan ketidakpuasan masyarakat yang dapat pula berlanjut dengan implikasi politik dan ketentraman masyarakat. Oleh Karena itu, aspek ketimpangan pembangunan  ekonomi antar wilayah ini harus ditanggulangi melalui formulasi kebijakan pembangunan perekonoian wilayah yang dilakukan oleh pemerintah. Semakin besarnya angka ketimpangan pembangunan antar daerah dapat menimbulkan kecemburuan masyarakat antar daerah sehingga memicu masyarakat untuk melakukan tindakan kriminalitas.



بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ