Pengaruh Kesenjangan Sosial Ekonomi Terhadap Tingkat Kriminalitas
Kesenjangan sosial adalah suatu bentuk ketidaksamarataan atau ketidakseimbangnya sosial yang terjadi di masyarakat. Ketidaksamarataan tersebut dapat berbentuk akses memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Kesenjangan sosial jika dihubungkan dengan ekonomi akan membentuk pengertian bahwa kesenjangan atau ketidakseimbangan tersebut terjadi pada segi ekonomi. Secara konkret pengertian kesenjangan sosial dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana orang miskin tidak memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan tidak berkuasa seperti orang yang kaya. Abad Badruzaman (2009), menyatakan kesenjangan sosial adalah suatu ketidakseimbangan sosial yang ada di masyarakat sehingga menjadikan suatu perbedaan yang sangat mencolok atau dapat juga diartikan suatu keadaan dimana orang kaya mempunyai kedudukan lebih tinggi dan lebih berkuasa daripada orang miskin. Muladi dan Barda Nawawi Arief (1998), menyatakan kriminalitas adalah tindak kejahatan yang dilakukan baik oleh wanita ataupun pria dengan tingkat pendidikan yang berbeda yang merugikan orang lain secara sadar maupun tidak. Kriminalitas bukanlah warisan atau bawaan sejak lahir.
Maraknya tindakan krimal yang terjadi akhir akhir ini
terutama tindakan kriminal pencurian, penjambretan, pembegalan, dan penipuan
adalah sebagian besar disebabkan oleh faktor ekonomi. Tingginya tingkat
pengangguran menyebabkan pendapatan suatu daerah rendah dan tidak merata, hal
tersebutlah yang mendasari sebagaian besar tindakan kriminal terjadi. Dalam
berita detik.com yang ditulis Rosmha, kejadian kriminal yang di landasi oleh
permasalahan ekonomi terjadi di kabupaten Bogor, Seorang wartawan dibunuh dan
mobilnya di curi. Dalam wawancara dengan 20Detik, Nurhadi (pelaku) mengatakan motif
ekonomi sebagai dorongan utama melakukan pembunuhan. Nurhadi menginginkan mobil
korban untuk membayar hutang (Rosmha, 2019). Ketimpangan ekonomi antara
masyarakat atas dengan masyarakat bawah membuat suatu sentimen sehingga terjadi
pikiran instan dalam memenuhi kebutahannya dengan cara melakukan tindak
kriminal.
Untuk
menurunkan angka kriminalitas pada suatu wilayah atau negara maka yang harus
diperbaiki terlebih dahulu adalah ekonominya. Sebagian besar tindakan criminal
yang dilakukan masyarakat berlandaskan faktor ekonomi, sebagian dari pelaku
kriminalitas melakukan kejahatan karena untuk membiayai kehidupan. Dengan
alasan untuk bertahan hidup, menjadikan sebagian besar pelaku kriminal
melakukan perbuatannya.
Indikator yang biasa digunakan untuk mengukur kejahatan
adalah angka jumlah kejahatan (crime total), angka kejahatan per-seratus
ribu penduduk (crimerate), dan selang waktu terjadinya suatu tindak
kejahatan (crime clock). Meski demikian perlu kehatian-hatian dalam
memaknai angka kejahatan secara umum karena merupakan aritmetika sederhana yang
menggabung semua jenis kejahatan dalam perhitungan tanpa mempertimbangkan
tingkat keseriusannya. Data yang dilansir Mabes Polri tahun 2017 memperlihatkan jumlah
kejadian kejahatan (crime
total) pada tahun 2015 sebanyak 352.936 kasus, meningkat menjadi
sebanyak 357.197 kasus pada tahun 2016 dan menurun pada tahun 2017 menjadi
336.652 kasus. Sejalan dengan crime total,
jumlah orang yang terkena tindak kejahatan (crime rate)
per-seratus ribu penduduk juga mengalami penurunan pada tahun 2017 diperkirakan
sebanyak 129 orang. Angka ini menurun dari 140 orang pada tahun 2015 dan 2016. Crime rate merupakan
angka yang dapat menunjukkan tingkat kerawanan suatu kejahatan pada suatu kota
tertentu dalam waktu tertentu.
Untuk melihat tingkat ketimpangan ekonomi, maka data yang
digunakan adalah rasio gini. Rasio Gini atau koefisien adalah alat mengukur
derajat ketidakmerataan distribusi penduduk. Badan Pusat Statistik merilis data
pada bulan September 2017 tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia
yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,391, sedangkan Gini Ratio
September 2016 sebesar 0,394. Artinya dari September 2016 ke September 2017
mengalami penurunan sebesar 0,003 poin.
Dengan membandingkan data tingkat kriminalitas dan data
kesenjangan ekonomi, menunjukkan pengaruh variable kesenjangan ekonomi terhadap
kriminalitas. Dari tingkat kriminalitas ditahun 2017 yang menurun ,berbanding
lurus tingkat ketimpangan ekonomi juga menurun. Artinya dari data tersebut
menunjukkan bahwa variable tingkat ketimpangan ekonomi sangat berpengaruh
terhadap tingkat kriminalitas. Daerah tertentu yang mengalami pertumbuhan
ekonomi lebih tinggi daripada daerah lain akan menghadapi beban yang terus
meningkat karena banyak penduduk dari daerah lain terus berpindah ke daerah
tersebut. Kondisi ini terjadi karena adanya tarikan peluang kesempatan kerja
yang lebih banyak di daerah perkotaan tersebut. Daerah perkotaan secara terus
menerus mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi karena sumberdaya yang
potensial terus berpindah ke daerah maju sebagai pusat pertumbuhan dengan
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Kondisi ini selanjutnya menyebabkan
daerah pusat pertumbuhan mengalami akumulasi pertumbuhan yang lebih tinggi
karena didukung oleh sumber daya potensial yang telah berpindah tersebut.
Ketimpangan pembangunan antar wilayah ini membawa implikasi terhadap tingkat
kesejahteraan masyarakat pada wilayah yang bersangkutan. Biasanya implikasi ini
ditimbulkan adalah dalam bentuk kecemburuan dan ketidakpuasan masyarakat yang
dapat pula berlanjut dengan implikasi politik dan ketentraman masyarakat. Oleh
Karena itu, aspek ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah ini
harus ditanggulangi melalui formulasi kebijakan pembangunan perekonoian wilayah
yang dilakukan oleh pemerintah. Semakin besarnya angka ketimpangan pembangunan
antar daerah dapat menimbulkan kecemburuan masyarakat antar daerah sehingga
memicu masyarakat untuk melakukan tindakan kriminalitas.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ